Garut Daerah Miskin Ekstrem Kedua di Jabar, Anggaran Rp 799 Miliar Disorot
Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat, Kabupaten Garut menempati posisi kedua dalam daftar daerah dengan jumlah penduduk miskin ekstrem, mencapai 82,17 ribu jiwa.
Garut, Detectivenews.id– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menemukan data di Kabupaten Garut yang tidak menganggarkan bantuan sosial (bansos) individu dalam pengentasan kemiskinan ekstrem. Padahal, Garut menempati peringkat kedua di Jawa Barat sebagai daerah miskin ekstrem kedua di Provinsi Jabar.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat, Kabupaten Garut menempati posisi kedua dalam daftar daerah dengan jumlah penduduk miskin ekstrem, mencapai 82,17 ribu jiwa. Luas wilayahnya yang mencapai 3.074,07 km?2; terdiri dari 42 kecamatan, 21 kelurahan, dan 421 desa, dengan populasi penduduk mencapai 2.210.017 jiwa.
Hasil penelitian BPS tahun 2022 mengungkapkan daftar lima besar daerah dengan penduduk miskin ekstrem terbanyak di Jawa Barat, yakni Kabupaten Bogor sebanyak 146,12 ribu jiwa, Kabupaten Garut ( 82,17 ribu jiwa), Kabupaten Cirebon (81,89 ribu jiwa), Kabupaten Karawang (64,02 ribu jiwa), dan Kota Bekasi (61,75 ribu jiwa).
Dari laman Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD), Kabupaten Garut pada APBD 2023 menganggarkan belanja untuk kemiskinan ekstrem sebesar Rp799 miliar. Namun anggaran sebesar itu ternyata tidak ada dialokasikan untuk bansos kepada masyarakat.
Calon Legislatif DPRD Provinsi Jawa Barat Dapil XIV Garut dari Partai PKS, Siti Hasnah Pauliah angkat bicara terkait Garut masuk dalam peringkat dua daerah dengan kemiskinan ekstrem di Jabar. “Garut termasuk kabupaten termiskin di Jabar, padahal anggaran Kabupaten Garut cukup besar. Kemana larinya anggaran tersebut. Ini yang harus kita selidiki supaya tidak ada alasan pemindahan anggaran,” ungkapnya kepada Tokohkita, Rabu (30/8/2023).
Menurut wanita berhijab yang akrab disapa Bunda Pauliah ini, Pemkab Garut pada APBD 2023 menganggarkan belanja untuk kemiskinan ekstrem sebesar Rp 799 miliar. “Kalau anggaran yang mencapai Rp 799 miliar ini harusnya petani tidak susah mendapatkan pupuk. Saya banyak turun ke para petani dan UMKM. Yang mereka keluhkan tidak adanya pupuk. Jangankan bantuan atau subsidi, mau beli aja barangnya enggak ada,” sebut dia.
Sebelumnya, Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan dalam acara diskusi “Satu Sistem Informasi Tutup Ruang Korupsi” di kanal YouTube FMB9ID_IKP menyebut, dalam SIPD, Kabupaten Garut pada APBD 2023 menganggarkan belanja untuk kemiskinan ekstrem sebesar Rp 799 miliar. Namun anggaran sebesar itu ternyata tidak ada dialokasikan untuk Bansos kepada masyarakat.
“Kita temukan bahwa di Kabupaten Garut anggaran kemiskinan ekstrimnya sudah benar nih Rp799 miliar, persentase oke. Tapi kita lihat dalamnya, ada honor, belanja alat kantor, ada makan. Bansos individu malah enggak dikasih,” bebernya.
Mirisnya, kata Pahala, anggaran sebesar itu, Kabupaten Garut lebih memilih anggaran untuk perjalanan dinas ke luar negeri sebesar Rp 784 juta. Padahal, jika memang ingin mengentaskan kemiskinan, akan lebih bijak jika anggaran itu disalurkan pada bantuan sosial langsung kepada masyarakat.
Pauliah mengungkapkan, Garut memiliki tanah cukup luas yang sebenarnya bisa mengerek APBD. Lantaran tidak dikelola dengan baik, maka yang ada petani kita tidak bisa bekerja dengan maksimal akibat kurangnya perhatian dari pemerintah dan dinas terkait. “Pemerintahan ke depan harus bisa bersinergi dengan dinas-dinas yang ada dan memaksimalkan kinerjanya. Jangan justru kong-kalikong,” tandas penggiat pemberdayaan petani dan UMKM ini.
Pauliah juga mengusulkan agar sub terminal agribisnis (STA) dan bundes bisa berjalan lagi. “Saya harap untuk ke depannya STA diaktifkan kembali. Semoga bumdes-bumdes juga bisa diaktifkan dan diawasi. Jadikan bumdes tempat transaksi hasil panen,” terangnya.
Hanya saja, di lapangan harus ada pengawas khusus atau auditor yang mengontrol semua aktivitas bumdes. “Jangan semua dana yang digelontorkan buat rakyat akhirnya habis tanpa arti. Anggaran habis, tapi rakyat masih termiskin,” kritik Teh Aas, panggilan akrab Pauliah di lingkungan keluarga Pesantren Cipari, Kecamatan Pangatikan, Garut. (Red**)