Media Online Terkini
JAKARTA

Nadiem Makarim Keluarkan Permendikbud Baru, Seluruh TK-SMA se-Indonesia

Jakarta, Detectivenews.id– Beberapa kasus bullying di lingkungan sekolah sempat hangat diperbincangkan masyarakat dan menjadi sorotan dari berbagai pihak terutama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Berdasarkan data dari Asesmen Nasional Kemendikbudristek 2022, sebanyak 36,31 peserta didik (1 dari 3) berpotensi mengalami perundungan.

Selain itu, sebanyak 34,51% peserta didik (1 dari 3) berpotensi mengalami kekerasan seksual.

Lebih lanjut, data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) tahun 2021 menunjukkan bahwa 20% anak laki-laki dan 25,4% anak perempuan usia 14-17 tahun mengaku pernah mengalami satu jenis kekerasan atau lebih dalam 12 tahun terakhir.

“Data yang kita dapatkan dan validasi dengan organisasi-organisasi seperti KPAI dan lain-lain, ini datanya menyeramkan,” tutur Mendikbud,

Nadiem Makarim dalam siaran Merdeka Belajar Episode ke-25 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan di Youtube Kemendikbud, Selasa (8/8/2023).

Perubahan Aturan tentang Kekerasan di Sekolah

Korban kekerasan yang tidak hanya siswa, namun bisa juga guru dan pihak lainnya mendorong Kemendikbudristek mengubah aturan tentang penanganan kekerasan sekolah.

Saat ini, peraturan yang berlaku adalah Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi atau Permendikbud No 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP).

Peraturan ini menggantikan Permendikbud 82 Tahun 2015 yang mengatur pencegahan dan penanggulangan kekerasan.

Permendikbud terbaru ini memiliki fokus implementasi yang efektif dengan melibatkan semua pihak.

Peraturan ini berlaku bagi satuan pendidikan termasuk pendidikan anak usia dini, dasar, dan menengah pada jalur pendidikan formal dan nonformal.

“Pertama kalinya Permendikbud ini akan juga melindungi masyarakat dari peraturan atau regulasi yang diskriminatif atau intoleran,” tutur Nadiem.

Kekerasan di Sekolah Masih Tabu Diperbincangkan

Menurut Nadiem, sekolah yang urung membicarakan dan melakukan sosialisasi tentang kekerasan berpotensi mengalami kasus kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan sekolah yang lebih terbuka.

“Sekolah-sekolah yang tidak mau menyentuh topik ini, yang tidak pernah melakukan sosialisasi, yang mengira topik-topik ini tabu, di situlah insidensi atau risiko kekerasan bisa lebih tinggi,” tutur Nadiem.

Hal yang lebih miris menurut Nadiem adalah data hasil Asesmen Nasional tersebut tidak menggambarkan jumlah kasus yang sebenarnya terjadi. Ada beberapa kasus yang tidak dilaporkan kepada KPAI.

“Di tahun 2022, pengaduan yang masuk ke KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) sebanyak 2133 kasus, itu yang masuk. Mungkin ini 0,0 berapa persen dari kejadian yang sebenarnya terjadi saat kita melakukan Asesmen Nasional,” jelasnya. (Red)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button