Wahyu Mijaya: 28 Sekolah Pembatalan Siswa Kedapatan Gunakan KK Palsu
Bandung, Detectivenews.id– Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Barat (Jabar) Wahyu Mijaya menyatakan, Peraturan Gubernur (Pergub) Jabar memberikan otoritas kepada Disdik untuk membatalkan kelulusan peserta seleksi PPDB jika terbukti melakukan pemalsuan data.
Pihaknya juga menyebut, sedang mengkaji 89 kasus pemalsuan Kartu Keluarga (KK) yang ditemukan dalam PPDB Jabar 2023. Jika terbukti, para siswa yang sudah masuk ke sekolah negeri terancam dipecat.
“Di Pergub kita bisa melakukan pembatalan untuk dokumennya tidak asli, tapi kami mengedepankan perlindungan terhadap anak atau siswa,” ucapnya. Kamis (3/8/2023).
Wahyu mengungkapkan, pembatalan status peserta didik tidak dilakukan secara langsung. Nantinya, siswa yang terbukti datanya palsu diperkenankan mengikuti proses pendidikan hingga akhir semester genap.
“Jika dari 89 kasus, jika ditemukan datanya palsu, kita akan melakukan pembatalan, tetapi prosesnya dalam satu tahun, artinya siswa tetap bisa sekolah di sekolah yang sama saat ini, untuk selanjutnya bisa keluar dari sekolah tersebut, jadi kami berikan satu tahun,” ujarnya.
Namun, Disdik juga memberikan keleluasaan kepada peserta didik jika ingin langsung pindah sekolah.
“Tapi bisa juga orang tua yang menghendaki dari sekarang menyekolahkan di sekolah lain silakan,” pungkasnya.
Seperti diberitakan, Disdik Jawa Barat mengatakan, ada 89 kasus pemalsuan data PPDB Jabar 2023. Saat ini Tim Disdik Jabar tengah melakukan pemeriksaan dan koordinasi terkait data pemalsuan yang bisa dibawa ke ranah pidana.
“Pak gubernur sudah menyampaikan ada 80 an yang diduga menggunakan data tidak benar/asli. Semuanya terkait dengan dokumen pemalsuan KK,” ungkap Wahyu.
Wahyu mengungkapkan, 89 kasus manipulasi data KK tersebut terjadi di 15 Kabupaten maupun Kota di Jabar. Kasus itu tersebar di 28 sekolah di wilayah tersebut.
Wahyu tak menampik jika, kasus manipulasi data dilakukan peserta didik demi bisa masuk ke sekolah yang berstatus favorit.
“Kami temukan, di 28 sekolah itu memang ada di perkotaan dengan status sekolah unggulan atau favorit, tapi ada juga kasus tidak di sekolah unggulan, dan tidak di perkotaan, dan padahal tanpa manipulasi data pun bisa masuk, karena kuota masih tersedia,” tandas Wahyu. (Red/Sof)